Sunday 18 August 2013

Itung-itungan dengan Allah (Me VS Mbah Sudjiwotedjo)

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum wr wb

Mbah sudjiwotedjo...
Udah lama aku mendengar nama beliau, tapi aku baru mengenalnya, mengenal pemikirannya saat kampanye Pemilu lalu. Beliau diundang liputan 6 pagi SCTV sebagai nara sumber. Aku kagum dengan pemikirannya yang lebih mendukung JK and say no to SBY. Kata-katanya toh terbukti sekarang hehe..

Aku menobatkan beliau sebagai tokoh anti kemunafikan yang emang udah mendarah daging dan bikin muak di negeri ini. Beliau memang antik, berani mengungkapkan secara lantang dan lugas membongkar kemunafikan.

Memang tutur katanya nyablak dan bagi masyarakat yang menjunjung tinggi budi bahasa terasa kurang sopan. Tapi buat aku beliau jauh-jauh lebih aku kagumi daripada para petinggi yang ngomongin soal akhlak saat memimpin upacara ehhh di belakang malah manggil artis ke kamar hotelnya yang dibayar pake uang rakyat.

Then apakah dengan begitu beliau berarti lebih baik daripada tokoh yang berkata sopan dan bener amal perbuatannya? misalnya bila dibandingkan dengan Alm. Buya Hamka atau Alm. Houtman Zainal Arifin?

Tentunya dua tokoh tersebut jauh lebih aku kagumi daripada Mbah Sudjiwotedjo.

Hari ini si Mbah mengkritisi ustad yang mengajarkan itung-itungan dengan Allah di twitterland. Mungkin pendapat si Mbah bener buat orang yang level pemahaman agamanya udah tinggi kayak ma'rifat, tarekat, tasawuf, sufi dll.  Tapi buat level kita-kita masyarakat awam (IQ melati : minjem istilah si Mbah) yang sariat aja belom bener gimana mungkin menelan ajaran yang lebih high level itu (bisa jadi gilla).

Kalo dibilang solat ini dapet segini then solat segitu dapet segitu ajaran yang ga bener. Gimana dengan ajaran Kanjeng Rosul yang menganjurkan solat Istikharah saat bingung memilih, solat Istiqa untuk minta hujan, solat Dhuha untuk minta rezeki, apakah semua itu salah?

Sedekah segini dapet segini persen, sedekah segitu dapet segitu persen toh ada tertulis secara explisit di dalam Al-Quran. Sedangkan udah dijanjikan sama Allah aja masih banyak manusia yang bakhil kok. Apalagi ngarep mereka sedekah semata-mata karena Allah.

Pernahkah kita bayangkan berapa jumlah anak yatim yang terpelihara? berapa banyak saudara-saudara kita yang fakir miskin terbantu, janda-janda tua yg tersenyum hasil dari da'wah ustad-ustad yang katanya mengajari itung-itungan dengan Allah?

Karena aku pernah merasakan hidup sangat susah dan ngerasa bisa sekolah karena bantuan orang lain. Aku pernah merasa sangat-sangat dermawan hingga dengan sombongnya ngerasa ga perlu ngarep balasan dari Allah, semata-mata hanya karena rasa syukur. Belakangan aku sadar bahwa Allah menyukai orang yang berdoa dan membenci kesombongan orang yang ga mau berdoa. Doa = ngarep or minta kan?

Tapi setelah mendengar dakwah dari ustad-ustad itu ternyata yang kita keluarkan karena ngarep balasan Allah bisa jauh lebih besar daripada cuma karena rasa syukur. Meskipun balasan yang dijanjikan blom kunjung masuk ke rekening kita, apakah tidak pantas kita bersyukur masih diberi nyawa, waktu, organ tubuh, oksigen, keluarga, pemandangan yang jika kita menghitung harganya kita akan malu bila membandingkan dengan sedekah kita yang seupil itu. Ditambah lagi yang seupil itu akan menjadi simpanan buat menghapus dosa-dosa kita setelah kita mati, bahkan bila masih dimanfaatkan akan tetap mengalirkan pahala setelah kita mati.

Semuanya butuh proses, bila si Mbah bisa mengajak orang-orang untuk beribadah, bersedekah, membantu sesama dengan ajaran yang tanpa itung-itungan silahkan, tapi menurutku ga perlu mengkritisi dakwah ustad-ustad yang sudah terbukti sedikit-sedikit menghapus sifat-sifat bakhil yang ada pada umat dan sudah membawa kemaslahatan bagi masyarakat banyak.

Peace Mbah heuheuheu...

Wassalamualaikum wr wb


No comments:

Post a Comment